SUKMA BERBISIK
Kala fajar menjelang, sukma mulai mengiangkan benak
ke semesta alam, berkhayal luas jauh melaju sampai tak terhingga, kadang riak
akal sedikit mengganggu, namun sekali lagi sukma dibuat terdecak kagum oleh
semesta. Rentetan fenomena melebur jadi satu dalam akal yang terbatas, bahkan
rembulan pun tak menampakan bayangnya sebab malu tuk menjawab, itu kata akal,
namun beda dengan sukma, ia berbisik bahwa menurutnya bulan tak pernah malu, hanya
saja ia dilarang, dilarang tuk membeberkan segalanya.
Rupanya sangkakala hendak memberi isyarat tuk menjawab,
memanggil-manggil ke relung paling dalam jiwa, bag kaisar sapujagad menitihkan
perintah pemanggilan prajurit. Patuh menghayati hingga meresapi jalan
sandiwara, tapi sekali lagi ia berbeda pandangan, hanya belum sampai, katanya,
entah apa makna yang tersirat itu, hanya saja belum terjawab seutuhnya.
Hingga tersayatlah akal dengan segala keterbatasannya, berusaha
mencapai semesta diatas sandiwara, bahwa mustahil adanya tuk menggapai ke benak
itu, karena hanya perlu menatap langit cerah saat cahaya redup, jangan menatap
langit gelap saat cahaya terang.
"Hidup" tahukah apa itu?
Suatu yang tak kasat mata namun dapat dirasa, suatu
yang diketahui namun dilupakan maknanya, suatu yang akal tak sanggup mencapai
namun dahsyat keindahannya, sekali lagi sukma berbisik.
Kairo, 21 Mei 2015
Komentar