PENGAGUM



   Jikalau harapan adalah sebuah puzzle, niscaya akan ku rangkai ia sekehendakku. Lalu ku sisipkan di sela-selanya yang tak lengkap dengan jemariku. Walau, sejatinya tiap serpihannya berbeda-beda. Tak ubahnya utara yang menolak selatan, atau bahkan mungkin sebaliknya. Ku paksa saja sematkan ia ke bagian yang tak sesuai potongannya.
   Terkadang pula ku caci puzzle itu, mengapa ia harus tercipta dengan paradigma yang monoton. Yang dengan nama estetika, rela mengorbankan tiap tetesan kata-kata. Padahal telah nampak rupanya menjulang tinggi, hingga siapapun yang hendak menoleh, pasti kan mendongak, lantaran ia pun lebih berkilau dari bebintangan di atas sana.
   Pada kenyataannya aku memang harus mengerti bahwa, merangkainya sedemikian rupa pun, apabila tak sesuai dengan bagian yang lain, niscaya tak akan ada kebersinambungan pada bagian selanjutnya.
   Hingga pada satu titik dimana aku telah lelah, jemari ini ku sandarkan saja pada apa yang mereka sebut diam. Cukuplah kini aku berdiri di balik sisi layar, dan menyebut diri ini, pengagum yang masih gagal menyusun puzzlenya.

Kairo, 1 Agustus 2016

Komentar

Postingan Populer