DI UMUR SEGINI
Tadi, pukul 8 selepas isya saya baru sampai rumah dari rutinitas bekerja di Tahrir. Tiap hari minggu memang saya harus melaksanakan tugas rutin menyetorkan sejumlah uang ke perusahaan travel pusat di daerah Maidan Tahrir pusat kota, menghitung pengeluaran dan pemasukan, kemudian melaporkannya kepada pak bos. Saya bekerja di sebuah travel penjualan tiket pesawat sebagai wakil dari sang pemilik travel, saya biasa memanggilnya mas Dani. Sudah hampir 3 tahun lamanya saya bekerja dengannya. Sebelumnya saya pun pernah bekerja di beberapa rumah makan Indonesia yang ada di kota Kairo. Tapi karena saya rasa bekerja di rumah makan itu sangat melelahkan, jadi saya memutuskan untuk beralih pekerjaan yang sekarang tengah saya jalani ini.
Saya sebagai mahasiswa yang tidak dikirimi sangu oleh orangtua memang sudah sepatutnya harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, membayar tahunan kuliah, membeli buku-buku diktat dan lain sebagainya. Itu sudah jadi tuntutan, apalagi sebagai perantauan yang jauh dari tanah air.
Sebetulnya, saya pernah hampir mencoba untuk mendaftar beasiswa di salah satu lembaga milik negara Kuwait yang berdiri di kota Kairo ini, biasa mahasiswa sini menyebutnya BeZet (Baituzzakat). Namun, kurang beruntungnya saya, ketika hendak mendaftar, ternyata pendaftaran telah ditutup. Lumayan, jika mendapat beasiswa dari lembaga tersebut, bisa cukup untuk memenuhi kebutuhan. Tapi, mungkin saja jika saya mendapatkan beasiswa dari lembaga tersebut, saya akan tetap bekerja di travel. Mungkin akan mengambil shift bekerja dengan intesitas waktu yang tak terlalu padat.
Di umur segini, saya makin kehilangan kawan-kawan, kesibukan dan juga prioritas agar cepat lulus dan pulang ke tanah air adalah hal yang semakin hari semakin menekan. Satu, dua hingga beberapa telah kembali ke tanah air. Sudah ada yang lulus dan juga ada yang belum lulus, namun sebagian dari mereka memutuskan untuk pulang ke tanah air, karena memang mereka ada sebuah tuntutan yang tidak bisa saya ceritakan di sini. Tadi saja, tepat hari ini, ada salah satu kawan yang sudah pulang ke tanah air. Niat hendak mengantarkan kepulangannya di bandara, namun apa daya saya harus melaksanakan tugas kerja di Tahrir. Maka, saya kirim pesan whatsapp padanya, semoga selamat sampai tujuan.
Semakin berjalan waktu, semakin pula saya berfikir untuk pulang sejenak ke tanah air, yang notabene sejak kedatangan saya ke mesir, saya belum pernah pulang ke tanah air sekali pun. Ibu saya sebetulnya tak terlalu memaksa harus pulang, karena saya anak pertama dan beliau merasa saya sudah cukup dewasa untuk memutuskan segala sesuatunya sendiri. Dan akhirnya, saya telah niatkan bahwa pertengahan tahun depan saya akan pulang ke tanah air insyaallah. Di samping saya harus mengunjungi beberapa sanak keluarga, juga saya harus mengunjungi pondok pesantren tempat saya dulu merampungkan pendidikan tsanawiyah dan aliyah. Itulah rencana kalau saya pulang nanti.
Sejujurnya, saya merasa agak aneh menuliskan sebagian kehidupan saya di blog. Tapi, kembali lagi, di umur segini, saya makin kehilangan sosok kawan-kawan yang dulu dapat saling berbagi cerita, mengadu nasib bersama, memperdebatkan cita-cita. Maka saya rasa, jari saya gatal ingin menuliskan ini semua.
Cairo, 1 Dec 2019
Komentar