IA
Kala itu kupandangi ia duduk manis di
kursi empuknya
Tak pungkiri lagi diri ini memang jatuh
hati
Pada cara ia tersenyum
Ku tatap lekat-lekat
Pada posisi ia duduk
Ku terpukau
Sungguh feminim
Semua yang terpancar darinya adalah
keelokan
Aku anggap ialah muara dari segala jenis
karya Tuhan
Ia perpaduan antara pelangi, mentari,
senja, rembulan dan semuanya
Sungguh ku terkagum
Ia bagai bidadari yang sengaja dititipkan
Tuhan pada rahim seorang Ibu surgawi
Melirik wajahnya dari celah-celah malam
saja adalah romantisme terindah dalam hidupku
Sejak saat itu aku sering menemukan
bayangnya dalam gelap malam
Bayangnya yang menjelma bercercah-cercah
cahaya
Menggantikan bebintangan diatas sana
Sungguh sebab ia adalah;
Ia yang takkan terlupakan dalam tiap
memori indah
Kairo, 18 April 2016
Komentar