KARUNIA (Cerpen)
Manusia memang terkadang sangat aneh, ketika ia menginginkan sesuatu maka ia akan merengek pada Tuhan agar segera di beri sesuatu yang ia inginkan itu. Namun, ketika Tuhan telah mengabulkannya terkadang manusia itu sendiri lupa untuk bersyukur, akhirnya kebosanan lah yang akan ia rasakan dari sesuatu itu. Dan ironisnya salah satu manusia itu adalah aku.
Ini kisahku yang
benar-benar tak ingin ku ulangi lagi. Cukup sekali saja aku yang pernah menjadi salah satu
manusia yang tak bersyukur.
Aku adalah seorang istri
yang cukup di karuniai kebahagian oleh Tuhan, memiliki seorang suami yang
setia, tidak pernah macam-macam, penyabar dan tak pernah sekalipun marah padaku. Memang
pekerjaan suamiku hanyalah sebagai guru sekolah. Namun ia juga merangkap menjadi
seorang penulis. Terbukti, sudah banyak tumpukan karyanya yang ia hasilkan.
Dari yang sudah diterbitkan ataupun yang masih mangkrak di komputer jadulnya. Sebelum melamarku ia berkata bahwa ia akan membuat
sebuah karya dengan memakai namaku. Dan terbukti, ia menepati janjinya, buku
novel karyanya yang judulnya memakai namaku yang ia bagi-bagikan di hari
pernikahan kami secara cuma-cuma kepada para tamu undangan sebagai hadiah.
Sudah dua tahun usia
pernikahan kami, namun harus kuakui, bahwa terkadang aku mulai merasa lelah,
alasan-alasanku mencintainya dulu tiba-tiba telah berubah menjadi sesuatu yang
menjemukan. Kuakui, sifatku yang sentimentil dan
terlalu sensitif juga termasuk faktor yang membuat diriku jenuh. Aku merindukan
saat-saat romantis layaknya seorang anak yang menginginkan permen. Namun, semua
itu tidak pernah aku dapatkan. Suamiku jauh berbeda dari yang ku harapkan. Rasa
pekanya kurang. Dan ketidak-mampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis
dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapanku akan cinta yang ideal.
Memang, ia adalah lelaki pendiam, tapi kadang diamnya membuatku bosan. Salahkah
aku yang merindukan suami yang romantis atau sekedar humoris. Aku bertanya
dalam lamunku.
Suatu hari, aku
beranikan diri untuk mengutarakan kegusaranku padanya, bahwa aku sudah tak kuat
lagi dengan sikapnya yang monoton selama ini dan aku menawarkan keinginan untuk
bercerai.
"Mengapa?", ia bertanya dengan
terkejut.
"Aku lelah mas, mas tidak pernah bisa
memberikan cinta yang aku harapkan".
Ia hanya terdiam dan
termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang
mengerjakan sesuatu, padahal tidak sama sekali. Kekecewaanku semakin bertambah,
seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang
bisa ku harapkan darinya?
Dan akhirnya ia bertanya, "Apa yang
dapat mas lakukan untuk merubah pikiranmu dek?".
Aku menatap matanya
dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, "Aku punya satu pertanyaan, jika
mas dapat menjawabnya, aku akan merubah keputusanku“.
Ku hela nafas dahulu dan ku lanjutkan perkataanku, “Jadi, seandainya aku
begitu amat sangat menginginkan setangkai mawar indah yang ada di pinggir
jurang, dan kita berdua tahu jika mas mencoba menggapainya, maka mas akan
tergelincir jatuh ke jurang. Apakah mas akan melakukannya untukku?".
Ia termenung sebentar dan berkata,
"Mas akan memberikan jawabannya besok".
Hatiku langsung gundah-gulana mendengar responnya seperti itu.
Keesokan paginya, ia tidak ada
dirumah, ku susuri semua ruangan dan akhirnya aku menemukan selembar kertas
dengan coretan tangannya dibawah sebuah gelas berisi cokelat hangat yang
terletak di depan komputernya, bertuliskan;
Salam…
Dek, istriku sayang. Maaf, mas tidak bisa mengambilkan mawar itu untukmu,
tetapi izinkan mas menjelaskan alasannya.
Kalimat pertama saja sudah membuatku
kecewa, tapi ku coba tuk lanjutkan kembali membacanya.
Tahukah dek...?
Kala
dedek sedang mengetik di komputer milik mas, lalu tiba-tiba menangis sebab ada
beberapa program yang tak sengaja dedek kacaukan, maka mas harus selalu
memberikan jari-jemari mas supaya bisa membantu dedek memperbaiki programnya.
Kala
dedek selalu lupa membawa kunci rumah ketika keluar rumah, maka mas harus
selalu menggunakan kaki mas supaya bisa mendobrak pintu dan membukakan pintu
untuk dedek ketika dedek telat pulang.
Kala dedek suka jalan-jalan tetapi selalu nyasar, maka
mas harus selalu mengangkat telepon dari dedek sambil mengarahkan dedek agar
tak nyasar lagi walau mas sedang sibuk mengajar.
Kala dedek enggan untuk sekedar menyeduhkan kopi untuk mas, maka mas harus menyeduh kopi sendiri
ditambah mas juga seduhkan cokelat hangat untuk dedek agar dedek senang.
Kala dedek senang diam di rumah dan mas selalu
khawatir kalau-kalau dedek menjadi bosan, maka mas harus selalu memutar otak
lalu membelikan sesuatu agar dapat menghibur dedek di rumah.
Kala dedek ingin menonton sinetron, maka mas harus
selalu turuti ajakan dedek walau mas punya banyak tugas.
Kala
dedek membaca buku sambil tiduran itu tidak baik untuk kesehatan mata, maka mas
harus selalu ingatkan tuk menjaga mata dedek, agar ketika kita tua nanti, kita
masih dapat mengenali senyum kita masing-masing walau keriput sudah menjalar ke
seluruh pelosok kulit kita.
Dan sampai kapan pun mas akan selalu tersenyum untuk
dedek, walau bagaimanapun perangai yang dedek miliki.
Tetapi dek, mas tidak bisa mengambilkan mawar itu
untukmu.
Sebab, mas tak sanggup melihat air matamu
mengalir menangisi kematian mas.
Dek, mas tahu, ada banyak sekali orang di luar sana
yang bisa mencintai dedek lebih dari cintanya mas ke dedek.
Untuk itu dek, jika semua yang telah mas berikan tak
begitu cukup, maka mas juga tak bisa menahan dedek mencari kebahagian lain.
Tanpa kusadari linangan air
mataku sudah seluruhnya membasahi pipi ini, kemudian menetes jatuh ke atas
kertas dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi aku tetap berusaha untuk
melanjutkan membacanya.
Dan itulah jawaban mas dek. Jika dedek puas dengan
semua jawaban mas dan tetap menginginkan mas untuk tinggal di rumah ini, maka
tolong bukakan pintu rumah kita, karena mas sekarang sedang berdiri disana
menunggu jawaban dedek.
Namun, jika dedek tak puas, maka biarkan mas masuk
untuk membereskan barang-barang mas dan mas berjanji tidak akan mempersulit
hidup dedek lagi.
Wassalam…
Suamimu
Tanpa pikir panjang aku
segera berlari membuka pintu kemudian aku melihatnya berdiri di depan pintu
dengan wajah penasaran. Tak dapat di tahan lagi, tangisku pecah, segera ku hamburkan kepalaku ke dadanya
tenggelam ke pelukannya lalu menangis sejadi-jadinya. Kemudian aku berusaha
ingin mencium kakinya sambil meminta maaf berulang kali padanya. Namun segera
ia tahan, lalu segera mengusap air mata di pipiku dan kembali memelukku erat
sambil terus mengelus kepalaku dan berkata.
“Tidak apa-apa dedekku sayang. Memang
adakalanya dedek benar mengenai mas yang cenderung menjadi suami yang
membosankan, maka dari itu, ajari mas ya, kalau-kalau mas kurang peka”.
Aku
masih menangis dalam pelukannya, tak dapat berkata apa-apa lagi. Akhirnya aku
mengerti dan sadar, ketika Tuhan telah memberikan suatu karunia, maka yang
harus dilakukakan oleh manusia adalah selalu bersyukur. Sebab, ada hal yang
terkadang tak disadari oleh kita, bahwa karunia itu ternyata sudah banyak
berkorban untuk diri kita. Dan aku bersyukur, amat sangat bersyukur pada Tuhan.
Karena engkaulah mas bentuk karunia Tuhan itu, yang mulai sekarang akan ku
syukuri tanpa henti dan tak akan ku sia-siakan lagi.
Kairo, Juni 2016
Komentar